Perilaku konsumen
Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
Contoh perilaku konsumen sebelum membuat keputusan
pembelian
Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan.[1] Perilaku konsumen merupakan
hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian.[2] Untuk barang
berharga jual rendah (low-involvement)
proses pengambilan keputusan dilakukan denganmudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement)
proses pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang matang. [1]
Pemahaman mengenai perilaku konsumen sangatlah penting dalam pemasaran.
Menurut Engel, et al. (1994), perilaku konsumen adalah suatu tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan
jasa, termasuk keputusan mendahului dan menyusuli tindakan ini. Terdapat dua
elemen penting dari arti perilaku konsumen, yaitu: (1) proses pengambilan
keputusan, (2) kegiatan fisik yang melibatkan individu dalam menilai,
mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa ekonomis (Swastha, 1990).[3] Pemahaman
akan perilaku konsumen cerdas dapat diaplikasikan dalam beberapa hal, yang
pertama adalah untuk merancang sebuah strategi pemasaran yang baik, misalnya
menentukan kapan saat yang tepat perusahaan memberikan diskon untuk menarik pembeli.[4] Ke dua,
perilaku konsumen dapat membantu pembuat keputusan membuat kebijakan publik.[4] Misalnya
dengan mengetahui bahwa konsumen akan banyak menggunakan transportasi saat lebaran, pembuat keputusan
dapat merencanakan harga tiket transportasi di hari raya tersebut. Aplikasi ke
tiga adalah dalam hal pemasaran sosial (social
marketing), yaitu penyebaran ide di antara konsumen.[4] Dengan
memahami sikap konsumen dalam menghadapi sesuatu, seseorang dapat menyebarkan
ide dengan lebih cepat dan efektif.Dan juga dapat memberikan gambaran kepada
para pemasar dalam pembuatan produk,pnyesuaian harga produk,mutu produk,kemasan
dan sebagainya agar dalam penjualn produknya tidak menimbulkan kekecewaan pada
pemasar tersebut.
Pendekatan dalam meneliti perilaku konsumen[sunting sumber]
Terdapat tiga pendekatan utama dalam meneliti perilaku konsumen.[5] Pendekatan
pertama adalah pendekatan interpretif.[5] Pendekatan
ini menggali secara mendalam perilaku konsumsi dan hal yang mendasarinya. Studi
dilakukan dengan melalui wawancara panjang dan focus group discussion untuk
memahami apa makna sebuah produk dan jasa bagi konsumen dan apa yang dirasakan
dan dialami konsumen ketika membeli dan menggunakannya.
Pendekatan ke dua adalah pendekatan tradisional yang didasari pada teori
dan metode dari ilmu psikologi kognitif,
sosial, dan behaviorial serta dari ilmu sosiologi.[5] Pendekatan
ini bertujuan mengembangkan teori dan metode untuk menjelaskan perilaku dan
pembuatan keputusan konsumen. Studi dilakukan melalui eksperimen dan survei
untuk menguji coba teori dan mencari pemahaman tentang bagaimana seorang
konsumen memproses informasi, membuat keputusan, serta pengaruh lingkungan
sosial terhadap perilaku konsumen.
Pendekatan ke tiga disebut sebagai sains pemasaran yang didasari pada teori
dan metode dari ilmu
ekonomi dan statistika.[5] Pendekatan
ini dilakukan dengan mengembangkan dan menguji coba model matematika berdasarkan
hierarki kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow untuk
memprediksi pengaruh strategi marketing terhadap pilihan dan pola konsumsi,
yang dikenal dengan sebutan moving rate analysis.
Ketiga pendekatan sama-sama memiliki nilai dan tinggi dan memberikan
pemahaman atas perilaku konsumen dan strategi marketing dari sudut pandang dan
tingkatan analisis yang berbeda. Sebuah perusahaan dapat saja menggunakan salah
satu atau seluruh pendekatan, tergantung permasalahan yang dihadapi perusahaan
tersebut.[5]
Roda analisis konsumen[sunting sumber]
Roda analisis konsumen adalah kerangka kerja yang digunakan pemasar untuk
meneliti, menganalisis, dan memahami perilaku konsumen agar dapat menciptakan
strategi pemasaran yang lebih baik.[5] Roda
analisis konsumen terdiri dari tiga elemen: afeksi dan kognisi, lingkungan, dan
perilaku.
Elemen pertama adalah afeksi dan kognisi. Afeksi merujuk pada perasaan
konsumen terhadap suatu stimuli atau
kejadian, misalnya apakah konsumen menyukai sebuah produk atau tidak. Kognisi mengacu pada
pemikiran konsumen, misalnya apa yang dipercaya konsumen dari suatu produk.
Afeksi dan kognisi berasal dari sistem yang disebut sistem afeksi dan sistem
kognisi. Meskipun berbeda, namun keduanya memiliki keterkaitan yang sangat kuat
dan saling memengaruhi.
Manusia dapat merasakan empat tipe respons afektif: emosi, perasaan tertentu, suasana
hati/mood, dan evaluasi.
Setiap tipe tersebut dapat berupa respons positif atau negatif. Keempat tipe
afeksi ini berbeda dalam hal pengaruhnya terhadap tubuh dan intensitas perasaan
yang dirasakan. Semakin kuat intensitasnya, semakin besar pengaruh perasaan itu
terhadap tubuh, misalnya terjadi peningkatan tekanan darah, kecepatan
pernapasan, keluarnya air mata, atau rasa sakit di perut. Bila intensitasnya
lemah, maka pengaruhnya pada tubuh tidak akan terasa.
Sistem kognisi terdiri dari lima proses mental, yaitu: memahami,
mengevaluasi, merencanakan, memilih, dan berpikir. Proses memahami adalah
proses menginterpretasi atau menentukan arti dari aspek tertentu yang terdapat
dalam sebuah lingkungan.
mengevaluasi berarti menentukan apakah sebuah aspek dalam lingkungan tertentu
itu baik atau buruk, positif atau negatif, disukai atau tidak disukai.
Merencanakan berarti menentukan bagaimana memecahkan sebuah masalah untuk
mencapai suatu tujuan. Memilih berarti membandingkan alternatif solusi dari
sebuah masalah dan menentukan alternatif terbaik, sedangkan berpikir adalah
aktivitas kognisi yang terjadi dalam keempat proses yang disebutkan sebelumnya.
Fungsi utama dari sistem kognisi adalah untuk menginterpretasi, membuat
masuk akal, dan mengerti aspek tertentu dari pengalaman yang dialami konsumen.
Fungsi ke dua adalah memproses interpretasi menjadi sebuah task kognitif
seperti mengidentifikasi sasaran dan tujuan, mengembangkan dan mengevaluasi
pilihan alternatif untuk memenuhi tujuan tersebut, memilih alternatif, dan
melaksanakan alternatif itu.
Besar kecilnya intensitas proses sistem kognitif berbeda-beda tergantung
konsumennya, produknya, atau situasinya. Konsumen tidak selalu melakukan
aktivitas kognisi secara ekstensif, dalam beberapa kasus, konsumen bahkan tidak
banyak berpikir sebelum membeli sebuah produk.
Proses pengambilan keputusan pembelian[sunting sumber]
Sebelum dan sesudah melakukan pembelian, seorang konsumen akan melakukan
sejumlah proses yang mendasari pengambilan keputusan, yakni:[6]
1. Pengenalan masalah (problem
recognition).[1] Konsumen
akan membeli suatu produk sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya
pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan produk yang
akan dibeli.[1]
2. Pencarian informasi (information
source).[1] Setelah
memahami masalah yang ada, konsumen akan termotivasi untuk mencari
informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui pencarian informasi.[1] Proses
pencarian informasi dapat berasal dari dalam memori (internal) dan
berdasarkan pengalaman orang
lain (eksternal).[1]
3. Mengevaluasi alternatif (alternative
evaluation).[1] Setelah
konsumen mendapat berbagai macam informasi, konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada
untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya.[1]
4. Keputusan pembelian (purchase decision).[1] Setelah
konsumen mengevaluasi beberapa alternatif strategis yang ada, konsumen akan membuat keputusan
pembelian.[1] Terkadang waktuyang dibutuhkan antara membuat keputusan
pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan adanya hal-hal lain yang
perlu dipertimbangkan.[1]
5. Evaluasi pasca-pembelian (post-purchase
evaluation) merupakan proses evaluasi yang dilakukan konsumen tidak hanya
berakhir pada tahap pembuatan keputusan pembelian.[7] Setelah
membeli produk tersebut,
konsumen akan melakukan evaluasi apakah
produk tersebut sesuai dengan harapannya.[8] Dalam hal
ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen.[1]Konsumen akan puas
jika produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan merek produk tersebut pada masa depan.[1] Sebaliknya,
konsumen akan merasa tidak puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan
harapannya dan hal ini akan menurunkan permintaan konsumen pada masa depan.[1]
Faktor-faktor yang memengaruhi[sunting sumber]
Terdapat lima faktor internal yang relevan terhadap proses pembuatan
keputusan pembelian:[1]
1. Motivasi (motivation)
merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri manusia untuk mencapai
tujuan tertentu.[1]
2. Persepsi (perception)
merupakan hasil pemaknaan seseorang terhadap stimulus atau kejadian yang
diterimanya berdasarkan informasi dan pengalamannya terhadap
rangsangan tersebut.[1]
3. Pembentukan sikap (attitude formation)
merupakan penilaian yang ada dalam diri seseorang yang mencerminkan sikap suka/tidak suka seseorang akan
suatu hal.[1]
4. Integrasi (integration) merupakan kesatuan antara
sikap dan tindakan.[1] Integrasi
merupakan respon atas sikap yang diambil. Perasaan suka akan mendorong
seseorang untuk membeli dan perasaan tidak suka akan membulatkan tekad
seseorang untuk tidak membeli produk tersebut.[1]
Referensi[sunting
sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar